Pengalaman Mengikuti Pelatihan Editor Buku

Pengalaman Mengikuti Pelatihan Editor Buku
                    Oleh: Siti Rodi’ah

          Menurut saya, dunia literasi merupakan hal yang menarik. Ada berbagai hal menarik yang saya dapatkan dari dunia aksara tersebut. Mulai dari berani menulis, membuat karya, bahkan memiliki banyak teman. Walaupun demikian, banyak waktu dan tenaga yang harus saya korbankan untuk menyelami dunia aksara ini. Tentu, ada beberapa anggota keluarga yang tidak senang saat saya menghabiskan banyak waktu di depan laptop. Tetapi, saya pun sering memberikan pengertian kepada suami dan kedua orang tua tentang dunia yang saya selami ini.Walaupun saat ini saya belum memperoleh “penghasilan” dari apa yang sudah saya jalani ini. Tetapi, saya yakin bahwa suatu saat nanti akan tiba masanya memetik buah yang telah saya usahakan.   

         Melalui aktivitas menulis ini saya dapat bergabung di beberapa grub menulis. Seperti sahabat pena kita (SPK), antologi buku, bahkan produktif publikasi. Bagi saya seperti mimpi saja dapat menjajaki dunia aksara ini. Sehingga, saya memiliki banyak teman dari grub menulis tersebut. Baik dari kalangan mahasiswa maupun dosen. Komunikasi ini tidak sekedar chat biasa, melainkan lebih ke arah literasi. Tentu, ada berbagai dukungan motivasi yang saya dapatkan dari mereka terkait pengembangan keterampilan menulis. Saya bersyukur kepada Allah telah mengenalkan dunia yang begitu indah ini. Dimana, setiap hari saya selalu menyempatkan diri untuk aktivitas literasi. Seperti membaca buku, artikel, tulisan kawan di blog, maupun menulis di blog atau artikel ilmiah. Hidup ini terasa lebih bermakna dengan aktivitas literasi. Rasanya waktu sangat berharga untuk dibuang pada aktivitas yang kurang bermanfaat.

         Saat ini, saya bergabung di grub produktif publikasi. Grub tersebut mayoritas terdiri dari dosen yang sudah PNS dan memiliki gelar doktor. Saya bergabung di grub tersebut, karena mengetahui informasi dari grub antologi buku. Walaupun saya belum menjadi seorang dosen, tetapi minimal saya harus mengembangkan kompetensi diri. Terutama kompetensi “Tri Dharma” dari seorang dosen, yaitu terkait penulisan karya ilmiah. Dalam grub tersebut, saya mendapatkan banyak informasi terkait “Call Paper, Webinar, dan Proseding Internasional maupun Nasional”. Saya pun harus memilah sesuai bidang yang sudah saya tekuni yaitu pendidikan matematika sekolah dasar. Bahkan grub tersebut memfasilitasi anggotanya untuk dibimbing menulis karya ilmiah hingga bisa publish. Tetapi ini masih rencana. Dan sekarang sudah mulai mendata bidang keilmuan masing-masing anggota melalui google form.

         Selain memfasilitasi pengembangan kompetensi menulis karya ilmiah, Grub Produktif Publikasi juga membuat acara pelatihan editor buku. Saat saya mengetahui informasi tersebut, saya pun tertarik untuk mengikutinya. Tetapi, saya kurang percaya diri untuk mengikutinya. Karena, saya bukan dari kalangan dosen. Saya pun mengirim chat kepada Pak Adi sebagai admin grub sekaligus ketua pelaksana pelatihan tersebut. Beliau pun dengan ramahnya mempersilakan saya untuk ikut, walaupun saya belum memiliki lembaga. Tujuan saya mengikuti pelatihan ini adalah menambah kompetensi dan pengalaman baru. Beliau pun mengapresiasi saya yang bukan dari kalangan dosen untuk mengikuti kegiatan pelatihan editor buku. 

        Akhirnya tiba waktunya untuk mengikuti pelatihan editor buku yang diselenggarakan pada tanggal 9 oktober sampai 20 oktober. Pada tanggal 9, 10, 11, dan 20 Oktober aktivitas pelatihan editor buku dilakukan secara daring melalui “Zoom Meeting”. Saya pun perlu mempersiapkan beberapa hal, seperti laptop, gawai, bahkan kuota data yang tidak boleh terlupakan. Saya pun membeli kuota simpati. Tentu, sinyal simpati bisa diandalkan saat situasi penting. 

        Awalnya, saya mengira menjadi editor itu mudah. Yaitu hanya berkutat pada pembenahan typo atau kesalahan kata dan ejaan kalimat. Tetapi, saat mengikuti pelatihan pada tanggal 9 Oktober, mindset saya terbantahkan oleh pemaparan dari pemateri. Bahwa tugas seorang editor buku itu susah-susah gampang. Yaitu sesuai posisinya menjadi editor naskah, editor akuisi,atau editor substantif. Tentu, kerjanya juga disesuaikan posisinya. Tugas editor adalah meminimalisir kesalahan naskah, mengambil keputusan bahwa naskah tersebut layak atau tidak untuk diterbitkan, peka terhadap struktur naskah, memprediksi buku tersebut layak atau tidak untuk dikonsumsi oleh khalayak masyarakat, bahkan editor bekerja atas dasar deadline yang ditetapkan oleh penerbit. Tentu, untuk menunjang atau mempermudah kerja seorang editor, ada beberapa kompetensi yang harus dimilikinya, seperti menguasai ejaan dan tata bahasa, memiliki pengetahuan luas, bersahabat dengan berbagai kamus, memiliki kemampuan menulis dan peka terhadap bahasa, selain itu editor harus sabar dan teliti.

        Pemateri memberikan penjelasan materi yang menarik dan saya pun harus konsentrasi selama 2.5 jam untuk mencerna penjelasan dari beliau. Penjelasan yang penting saya catat pada lembaran yang sudah dipersiapkan sejak awal. Selain tugas dan kompetensi seorang editor, beliau menjelaskan bahwa menjadi editor harus bisa menulis. Karena seorang editor membutuhkan pengalaman menjadi seorang penulis. Selain itu, seorang editor membutuhkan ketajaman dalam menyunting naskah yang dapat diasah melalui aktivitas membaca. 

       Saya pun menjadi tahu ruang lingkup pekerjaan editor buku. Ya, ternyata sulit menjadi seorang editor. Tidak seperti apa yang saya bayangkan sejak awal. Untuk itu, berdasarkan motivasi dan saran dari pemateri bahwa menjadi editor harus terbiasa menulis dan membaca. Kata pemateri bahwa untuk mengasah keterampilan menjadi editor, minimal menulis chat kepada kawan dengan bahasa yang mudah dimengerti. Dan sebelum mengirimkan pesan, sebaiknya diteliti dulu terkait penggunaan bahasa yang ambigu. Ini adalah salah satu latihan untuk teliti. Sangat menarik bagi saya mengikuti pelatihan hari pertama ini. Dan beliau mengungkapkan bahwa editor adalah pekerjaan yang langka. Jarang orang meminati bidang ini. Sedangkan kebutuhan editor sangat banyak. Tentu, saya harus terus belajar. Siapa tahu ada jalan rejeki di bidang ini. Aamiin….

         Hari kedua pelatihan,  saya pun juga mengikutinya. Yaitu dimulai pukul 08.00. Saya pun tidak boleh melewatinya. Karena ilmu tidak bisa dipelajari secara sepenggal-penggal, melainkan harus beralur. Pada hari kedua ini, pemateri menjelaskan jenis-jenis buku. Saya menjadi tahu jenis-jenis buku. Tetapi, untuk zaman sekarang, jika kita membuat buku, maka harus mencari penerbit yang memfasilitasi penerbitan secara online. Setidaknya, buku kita sudah terdeteks di google scholar. Agar orang lain dapat mengakses karya-karya yang sudah kita publikasikan, termasuk buku. Pemateri juga menambahkan bahwa karya yang kita hasilkan harus sesuai dengan pendidikan terkahir. Sehingga, keilmuan kita linear. Saat ini, linearitas keilmuan dijadikan patokan untuk memasuki dunia kerja seperti dosen atau kepentingan kenaikan pangkat. 

          Hari ketiga pelatihan editor buku dilaksanakan pukul 12.30. Hari ini pemateri memaparkan materi tentang “Ejaan dan Struktur Bahasa”. Tentu, semua peserta sudah memiliki pengalaman awal terkait materi tersebut. Sehingga, pemateri hanya memberikan materi secara umum. Tetapi, ada beberapa hal menarik yang disampaikan oleh pemateri kepada peserta pelatihan. Bahwa menjadi editor harus meningkatkan minat untuk membaca. Ya, ini selaras dengan apa yang disampaikan oleh pemateri pertama. Selain itu, editor harus mengikuti tipe atau gaya selingkung dari penulis. Karena tugas editor adalah memeriksa kesalahan tulisan dari penulis. Baik buruknya naskah tergantung peran editor. Ibarat editor adalah pelukis wajah. Tentu editor menjadi peran yang sangat esensial dan menjadi garda terdepan dari kualitas naskah. Bahkan editor juga harus menjalin komunikasi yang baik terhadap penulis. Ada penulis gampang, idealis, bahkan egois. Wah, bagi saya luar biasa menjadi seorang editor. Selain mengolah, menganalisis, dan menyunting teks, editor juga harus mengenali gaya selingkung dan karakteristik penulis. Ilmu ini yang belum saya tahu sebelumnya, tentu bagi saya luar biasa mengikuti pelatihan ini.

          Keesokan harinya, para peserta diberikan tugas hingga Sembilan hari. Tugas tersebut merupakan implementasi dari ilmu yang diperoleh dari kegiatan pelatihan yang sudah diikuti selama 3 hari. Tugas pertama dibagikan melalui google class room. Saya pun mengunduh file yang telah dibagikan oleh pemateri kedua. Saya lihat ada dua dokumen yang harus diselesaikan dalam kurun waktu sehari. Tugasnya adalah mengecek tata bahasa. Dan menandai atau langsung membenarkan kata atau struktur bahasa yang salah.

       Aktivitas editing naskah, pertama kalinya saya lakukan. Tentu, ini adalah aktivitas yang cukup berat bagi saya. Saya harus fokus dengan tulisan yang saya baca. Selain fokus, tentu ketelitian juga harus saya lakukan saat mengedit teks. Halaman teks cukup banyak. File yang pertama ada 11 halaman, sedangkan file yang kedua ada 6 halaman. Jadi, total ada 17 halaman yang harus saya selesaikan dalam waktu sehari untuk mengeditnya. Saya pun harus membuka buku tentang ejaan dan struktur bahasa. Ini lah yang menghabiskan banyak waktu untuk proses editing. Saya harus membaca kata per-kata, dan mencari kesalahan kata maupun kalimat tersebut. Baik dari segi struktur kalimat atau penggunaan ejaan kata yang kurang benar. Tak heran jika satu lembar saya harus menghabiskan setengah jam. Sungguh ini luar biasa. Bagi saya lebih mudah menulis daripada mengedit teks. Karena, menulis itu mudah. Apa yang ingin kita tulis, tentu bebas menguraikan kata per kata, kalimat per kalimat yang sesuai dengan pikirkan kita, dan kita tidak terbebani dengan dengan aturan struktur kalimat maupun ejaan sesuai kaidah Bahasa Indonesia. Syukur alkhamdulillah dua tugas bisa saya kirimkan siang harinya. Walaupun, saya harus mengorbankan waktu untuk memasak. Hehehe…..

         Tugas hari ke-dua adalah mengecek kalimat tidak baku. Menurut saya ini adalah tugas yang tidak terlalu berat. Karena saya sudah mengunduh kamus Bahasa Indonesia dan memiliki aplikasi kamus bahasa inggris. Tentu, dua alat ini dapat saya jadikan media untuk menyelesaikan tugas yang kedua. Tetapi butuh ketelitian saat mengecek kalimat yang tidak baku. Saya harus fokus kata per kata. Alkhamdulillah dapat saya selesaikan dalam durasi kurang lebih 1.5 jam. Dan ini saya kerjakan setelah menemani anak tidur malam.

         Tugas yang ketiga adalah mengecek kesalahan kata atau typo. Bagi saya tugas ini tergolong mudah untuk diselesaikan. Hanya bermodalkan ketelitian dan fokus terhadap naskah yang kita baca. Tetapi, tidak demikian. Saya harus mengecek kata yang kurang benar dengan kamus Bahasa Indonesia. Karena saya menemukan kata yang kelihatannya sudah benar, tetapi setelah saya cek di kamus kurang tepat. Selain itu, ada kata berbahasa inggris yang menurut saya kurang tepat struktur tulisannya. Sehingga, saya pun juga harus mengecek di kamus bahasa inggris. Alkhamdulillah dari 10 halaman, saya dapat menyelesaikan dalam durasi 1 jam. Dan saya langsung mengirimkan tugas tersebut di google class room.

        Tugas yang keempat adalah cek data dan fakta. Ketika saya mendapatkan tugas demikian, pikiran saya sudah bingung. Apa yang harus saya lakukan. Ternyata yang bingung tidak hanya saya saja. Ada beberapa peserta pelatihan lain yang mempertanyakan cara mengerjakan tugas keempat ini. Saya mencoba berpikir dan bertindak. Buku penelitian pun saya kaji. Karena naskah yang diberikan mengkaji penelitian tindakan kelas. Sehingga, setiap kalimat yang tertulis pada naskah tersebut saya cari kebenarannya di buku maupun internet. Sungguh ini tantangan yang luar biasa bagi saya. Satu halaman membaca naskah tersebut, saya menghabiskan waktu 1 jam. Karena saya harus mengecek teori maupun argumen dari penulis. Saya berusaha mengerjakannya tidak lebih dari sehari. Karena jika saya tunda-tunda, maka akan berdampak pada diri saya pribadi saat diterjang kesibukan mendadak maupun tugas berikutnya yang akan diberikan lagi. Walaupun tugas ini berat, tetapi saya harus mampu menyelesaikannya. Saya pun harus fokus dengan laptop. Jika mata ini lelah dan fikiran sudah tidak lagi bisa fokus, maka saya tutup laptop dan beralih pada aktivitas lain. Setelah fikiran kembali fresh, maka saya buka laptop kembali. Dan akhirnya tuntas juga tugas keempat. 

        Tugas kelima, keenam, dan ketujuh adalah swa sunting kata per kata, kalimat per kalimat, dan paragraph per paragraph. Tugas berikutnya ini sangat menantang bagi saya. Tantangan terbesar saya adalah bagaimana cara membenahi kalimat yang terlalu panjang dan sulit dimengerti oleh pembaca. Sehingga, kalimat tersebut lebih ekonomis dan pembaca mudah memahaminya. Selain itu, mensinkronkan antar kalimat dan paragraph untuk menjadi kajian yang beralur, membuat beban yang berat pada pikiran saya. Wah, menjadi editor harus memiliki pengalaman membaca yang luas. Agar dapat mengolah kata maupun kalimat untuk menjadi susunan paragraph yang terstruktur dan mudah dimengerti oleh pembaca. Bahkan saya membutuhkan waktu setengah jam untuk menyelesaikan beberapa permasalahan pada satu paragraph dalam naskah tersebut. Jika saya bingung, maka saya pun mencoba menghibur diri dengan mendengarkan music. Ya, apa yang disampaikan oleh pemateri memanglah benar. Bahwa menjadi editor harus memiliki pengalaman menulis. Karena, kita akan peka terhadap ketidak sinkronan kata per kata, kalimat per kalimat,  maupun paragraf per paragraf. Sehingga, menjadi naskah utuh yang sistematis, mudah dipahami, dan tidak menimbulkan makna ambigu bagi pembaca. Walaupun, saya harus tertatih-tatih dalam menyelesaikannya, alkhamdulillah tuntas juga dengan jam pengiriman di malam hari.

        Tugas kedelapan dan kesembilan tidak terlalu berat bagi saya, yaitu melakukan cek tanda titik, koma, kurung, dan lainnya, serta memeriksa ejaan Bahasa Indonesia. Hal ini tetap membutuhkan ketelitian dan kesabaran. Karena saya belum menguasai Ejaan Bahasa Indonesia secara mendalam, tentu saya sering membuka buku panduan sesering mungkin. Penggunaan tanda titik, koma, kurung, dan lainnya harus saya cek di buku panduan. Tetapi, tugas ini tidak membutuhkan waktu cukup lama. 

         Pada tanggal 20 Oktober, pelatihan editor buku berlangsung secara online melalui zoom meeting. Pelatihan terakhir ini dibuka dengan presentasi dari peserta terhadap hasil pekerjaannya. Ternyata yang merasa kesulitan dalam mengerjakan tugas tidak hanya saya, mayoritas para peserta juga merasakan hal yang sama. Ada yang berasal dari disiplin kelimuan non pendidikan, sehingga sulit untuk melakukan cek data dan fakta. Ada yang bingung melakukan swa sunting kata per kata, kalimat per kalimat, dan paragraf per paragraf. Ada yang mengatakan bahwa menjadi editor lebih sulit dibandingkan menjadi penulis. Sehingga, salah satu peserta tersebut memilih profesi menjadi seorang penulis saja. Sedangkan kesan dari pelatihan ini dari beberapa peserta mengungkapkan hal yang sama dengan saya yaitu menjadi editor membutuhkan banyak waktu luang untuk mengedit teks, teliti, sabar, dan fokus. 

          Di hari terakahir pelatihan ini ditutup dengan penguatan materi oleh ketiga pemateri. Selain itu, para pemateri memberikan kami berbagai suntikan motivasi. Untuk menjadi seorang editor, maka harus terbiasa membaca dan menulis. Minimal menulis kalimat chat yang tidak mendatangkan makna ambigu. Dimana, sebelum mengirimkan pesan chat, maka seyogyanya kita baca ulang terlebih dahulu. Yaitu mengecek apakah ada kekeliruan atau tidak. Hal ini dapat menstimulus diri untuk teliti, cermat, dan terampil menulis. Selain itu, bagus tidaknya naskah berada di tangan seorang editor. Maka dari itu, kompetensi seorang editor perlu diperdalam.

         Saya bersyukur kepada Allah telah memberikan tambahan ilmu yang bermanfaat. Semoga ilmu ini bisa saya aplikasikan. Minimal menjadi editor pada tulisan saya sendiri. Hehehe….

Komentar

Postingan populer dari blog ini

"Pembelajaran Daring Berbantuan LKS Berbasis Tugas Proyek Dalam Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis"

Kolaborasi dengan Suami Saat Weekend

7 Hari di Tulungagung