7 Hari di Tulungagung

              7 Hari di Tulungagung

       Saat ini saya sudah menetap di Trenggalek. Ya, karena saya harus mengikuti suami untuk hidup berumah tangga disana. Memang, ini keputusan yang tidak mudah saya jalani. Tetapi saya yakin bisa melewati liku-liku kehidupan berumah tangga disana. Hidup berumah tangga dengan berdekatan keluarga suami memberikan sensasi yang berbeda jika dibandingkan saat saya menjalani kehidupan rumah tangga di Tulungagung. Adaptasi adalah pilihan wajib yang harus saya jalani. Berbagai rasa pun seakan silih berganti. Kadang merasakan ketentraman, tetapi rasa tidak nyaman pun sering saya rasakan. Persoalan demi persoalan silih berganti. Seperti estafet saja. Ya, ini lah salah satu seni berumah tangga disini. Hehehe……

       Pada saat saya membaca grub pasca PGMI bahwa ijazah sudah bisa diambil di kampus. Seakan ini adalah angin segar bagi saya untuk berencana pergi ke Tulungagung. Terlebih pembelajaran di Sekolah anak saya masih 50% offline. Jadi saya bisa mengajak anak saya ke sana untuk jangka yang agak lama yaitu 7 hari. Selain melepas kerinduan di kota kelahiran, saya berniat untuk mengambil ijazah di IAIN. Beberapa hari sebelumnya saya mendapatkan informasi dari grub kelas bahwa ijazah sudah bisa diambil di BAK. Sontak hati ini merasa senang juga. Akhirnya setelah sekian lama menunggu, informasi itu datang juga.
Sebelum saya meninggalkan rumah dalam waktu satu pekan, tentu ada beberapa hal yang harus saya persiapkan. Terutama, rumah harus dalam kondisi bersih. Selanjutnya, ijin kepada kedua mertua tak luput dari bagian persiapan ke Tulungagung. Hal ini adalah wujud rasa hormat saya kepada beliau sebagai kedua orang tua ke dua bagi saya. Selanjutnya, mempersiapkan berbagai pakaian untuk di bawa ke Tulungagung. 

        Hari pertama saya di Tulungagung, saudara datang berkunjung bersama anak kecilnya. Tentu, anak saya senang akan hal ini. Karena dia ada teman di rumah. Hari pertama ini saya berencana ke kampus untuk mengambil ijazah. Sebelum saya berangkat ke kampus, tentu dokumen untuk mengambil ijazah harus dipersiapkan. Teman saya pun datang berkunjung ke rumah. Wah, hati saya begitu senang. Lama saya tak bersua dengannya. Ragam cerita telah kami perbincangkan bersama hingga kami pun lupa waktu. Kami pun sesegera mungkin berangkan bersama ke kampus. Walaupun kami harus membawa kendaraan sendiri-sendiri karena kami memiliki keperluan lain setelah mengambil ijazah. Sesampai di sana seakan ada angin nostalgia bagi kami. Terbesit di benak saya ingin menjadi mahasiswa lagi. Semoga suatu saat nanti jika ada kesempatan, saya ingin melanjutkan ke jenjang berikutnya.  Akhirnya kami pun berpisah di kampus dan tak lupa untuk foto bersama dalam mengabadikan kenangan. Hehehe….

        Hari kedua, saya full time di rumah. Tetapi, anak saya sudah ada teman yang menghampiri di rumah. Sehingga, saat di Tulungagung anak saya tidak kesepian. Kedua orang tua saya pun senang saat kami menginap hingga satu pekan. Kerinduan kedua orang tua saya terhadap cucunya begitu dalam. Ya, memang masih memiliki cucu perdana dari saya sebagai anak pertama. Wajar saja jika mereka rindu dengan anak saya. Bahkan jika saya lama tidak berkunjung ke Tulungagung, ibuku selalu menanyakan kabar kapan saya ke Tulungagung. Saat di rumah tentu saya menghabiskan waktu untuk ngobrol bersama kedua orang tua. Karena moment tersebut sangat langka bagi saya saat sudah menetap di Trenggalek.  

       Hari ketiga saya mengajak anak ke toko pakaian. Saya mencoba mengajak ibu untuk ikut. Tetapi beliau tidak berkenan di ajak jalan-jalan ke luar rumah. Karena pandemi covid-19 masih mengancam negeri ini. Walaupun demikian saya selalu ketat dalam menjalankan protokol kesehatan. Terlebih kepada anak saya yang masih perlu pemantauan dari orang tua. Masker selalu saya gunakan saat keluar rumah. Kami pun berangkat ke toko pakaian yang lokasinya di Boyolangu. Kira-kira memakan waktu 15 menit dari rumah untuk sampai tujuan. Setiba disana saya langsung mengarahkan ke bagian pakaian gamis anak-anak. Dan saya memilihkan baju untuk anak saya. Dia pun saya persilahkan untuk memilih sendiri sesuai keinginannya. Nampaknya dia pun bingung untuk memilih mana yang bagus. Akhirnya saya memberikan pilihan dari beberapa baju yang saya anggap cocok untuk dia. Dan dia pun menunjuk dua baju dari empat baju yang telah saya tunjukkan kepadanya. Selanjutnya, kami pun masuk ke ruang khusus untuk mencoba baju yang telah dipilih. Dari dua baju tersebut, akhirnya terpilih lah satu baju yang menurut kami sesuai dan cocok. 

       Selain membeli baju, anak saya ingin dibelikan sandal untuk keperluan les di Sekolah. Karena sandal untuk les sudah tidak muat lagi di kakinya. Diapun memilih yang berwarna pink. Warna tersebut merupakan favoritnya. Bahkan dari tas yang digunakan untuk sekolah juga berwarna pink. Setelah selesai membeli keperluan anak saya, kami pun menuju kasir untuk membayar. 
Setelah pulang dari toko baju, kami pun mampir sebentar di warung rujak cingur. Sebelum kami pergi ke toko baju, ibu saya pesan kepada saya untuk membelikan rujak cingur. Kebetulan saya sudah mencoba rujak cingur di lokasi tersebut sebelumnya. Menurut saya rasanya rekomendasi. Lokasinya utaranya rel kereta api kepatihan dan sebelah kiri jalan dari arah perempatan bis guling. Terdengar percakapan dari anak dan penjual rujak yang menggunakan bahasa Madura. Saya pun tak memahami apa yang mereka perbincangkan. Ya, karena saya bukan orang Madura. Selain itu, saya sendiri belum pernah belajar bahasa Madura. Sehingga bahasa Madura terdengar asing di telinga saya. Akhirnya empat bungkus rujak sudah siap saya bawa pulang. Setiba di rumah, saya dan keluarga makan bersama dengan menu rujak cingur. Ternyata rujak yang saya beli juga cocok di lidah mereka. Anak saya pun juga makan dengan lahapnya. Kalau pun begini, jika ke Tulungagung saya harus kuliner rujak cingur. Hehehe……

         Hari keempat, keponakan saya datang ke rumah. Termasuk Bulek saya pun juga ikut berkunjung ke rumah saya. Hari keempat tersebut, saya dan anak di rumah saja. Tetapi, waktu sehari seakan cepat terlewatkan. Anak saya bermain bersama keponakan. Ya, usianya beda satu tahun. Sehingga, mereka bisa bermain bersama. Selain itu, anak tetangga saya juga datang ke rumah. Sehingga, anak saya banyak teman bermain di rumah. Saya dan Ibu pun mengobrol dengan Bulek. Banyak cerita yang sudah kami bicarakan bersama. Tak terasa waktu sudah dzuhur saja. Bulek mengajak anaknya pulang. Dan teman anak saya juga pulang. Karena waktunya istirahat di rumah. Akhirnya semua pulang ke rumah masing-masing. Dan anak saya beralih melihat televisi.

       Hari kelima saya full time di rumah. Tetapi anak saya sudah rindu dengan sekolahan dan aktivitas di rumah Trenggalek. Seperti les dan bermain dengan kedua keponakan ku di sana. Selain itu, dia pun juga rindu dengan teman-teman sekelasnya. Hari jum’at ini dihabiskan waktunya untuk belajar dan menuntaskan tugas sekolah yang menumpuk lima hari. 

       Hari keenam anak saya diajak pulang ke Trenggalek oleh suami. Hari Jum’at malam suami sudah tiba di rumah menggunakan kendaraan bis. Tetapi, saya belum ikut ke Trenggalek karena besok saya akan silaturahmi ke Prof Jazeri bersama teman. Sebelum berangkat ke Trenggalek, ada beberapa yang perlu dipersiapkan. Terutama pakaian yang dibawa dari Trenggalek di rumah Tulungagung. Suami juga membawa bibit pisang untuk ditanam di kebun Trenggalek. Dengan membawa bawaan yang tidak sedikit akhirnya anak dan suami berangkat dulu ke Trenggalek. Tinggal saya dan keluarga di rumah. 

         Hari ketujuh saya harus pulang ke rumah Trenggalek. Sungguh ini sulit bagiku untuk berpisah dengan kedua orang tua. Tetapi, keadaan sudah berubah. Saya sudah memiliki rumah di Trenggalek. Dan keluarga kecil saya tinggal disana. Sehingga saya sebagai istri harus mengikuti suami dan sebagai ibu saya berkewajiban untuk merawat dan mendidik anak saya di sana. Dengan merangkul tas saya berpamitan kepada Ibu dan Bapak untuk pulang ke rumah Trenggalek. Tetapi sebelumnya saya mampir ke Prof Jazeri bersama kedua teman.  

       Saya pun berangkat ke Prof Jazeri sekaligus pulang ke Trenggalek menggunakan sepeda motor beat. Saya menunggu kedua teman di pertigaan tong Burung Garuda. Karena lama tidak ada kabar dari kedua teman, saya pun mencoba menelfon. Katanya masih di perjalanan. Dan saya di suruh untuk menuju ke Prof Jazeri langsung yaitu di tikungan menuju rumah beliau. Saya pun menuruti apa yang mereka katakan. Dan lagi-lagi saya harus menunggu lima belas menitan. Ya, beginilah jika janjian sama teman. Pasti tidak bisa ontime.

         Akhirnya yang saya tunggu-tunggu dari tadi tiba juga. Kami pun langsung menuju rumah Prof Jazeri yang lokasinya sangat dekat dari tempat pemberhentian saya. Setiba disana kami disambut oleh istri beliau. Sebelumnya kami belum janjian sama Prof Jazeri. Sehingga, kami harus menunggu beliau untuk menyelesaikan aktivitasnya. Kami pun dipersilakan untuk menunggu beliau di ruang tamu. Walaupun beliau sudah menjadi Guru Besar tetapi tetap menyempatkan waktu untuk kami. Padahal kami belum ijin kepada beliau untuk janjian silaturahmi ke rumah beliau. 

         Saat kami duduk di ruang tamu terlihat laptop dan buku di meja. Tentu, beliau baru saja membaca dan menulis. Keproduktifan beliau tidak diragukan lagi dengan dikukuhkan menjadi Guru Besar beberapa bulan yang lalu. Dan karya-karya beliau juga sangat banyak. Saya harus banyak belajar dari beliau.

         Akhirnya yang ditunggu-tunggu pun datang menyapa kami dan duduk diantara kami. Kalimat demi kalimat telah keluar dari beliau. Kami pun mencoba mencerna pelajaran dari apa yang disampaikan ooleh beliau. Kesederhanaan beliau dalam menjalani hidup perlu saya contoh. Walaupun beliau sudah menjadi Guru Besar, tetapi saya belum menjumpai kendaraan mobil di halaman rumah. Kata beliau daripada membeli mobil lebih baik uangnya untuk membantu keponakan yang tidak punya biaya kuliah. Wah, saya pun takjub dengan sifat kesederhanaan dan empatinya terhadap keluarga. Saya yakin beliau mampu untuk membeli kendaraan roda empat, tetapi beliau tidak bersikap individualis terhadap keinginan yang bersifat duniawi. 
Prof Jazeri memberikan kami motivasi untuk terus mengembangkan keterampilan. Khususnya menulis artikel ilmiah. Karena jika ingin menjadi dosen ya harus menulis artikel ilmiah. Walaupun beliau sudah Guru Besar, tetapi beliau menjaga produktifitas literasi. 

        Banyak cerita yang kami peroleh di rumah sederhana Prof Jazeri. Mulai dari kesederhanaan hidup, menebar kebaikan kepada keluarga, rendah hati, dan keramahan kepada alumni mahasiswanya seperti kami.
Tak terasa satu setengah jam kami duduk bersama beliau. Saat kami beranjak dari kursi, beliau memberikan kami oleh-oleh Buku karya beliau. Wah oleh-oleh yang luar biasa. Kami pun berpamitan kepada beliau dan istri beliau. 

           Akhirnya saya pun pulang ke Trenggalek juga. Tetapi sebelumnya, saya harus mampir ke rumah teman saya yang searah dengan perjalanan ke Trenggalek. Di sana saya dibelikan bakso. Kami pun makan bersama. Tetapi, hati saya tidak merasa leluasa. Mengingat waktu sudah menunjukkan pukul 12.30. Saya pun secepat mungkin menghabiskan bakso tersebut. Dan saya berpamitan dan berterimakasih telah diberikan hidangan makanan di sana. Saya pun melanjutkan perjalanan ke Trenggalek dengan membawa kenangan di Tulungagung yang senantiasa saya rindukan.  
    


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

"Pembelajaran Daring Berbantuan LKS Berbasis Tugas Proyek Dalam Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis"

Kolaborasi dengan Suami Saat Weekend