Membuka Kembali Buku Kalkulusku

Membuka Kembali Buku Kalkulusku
                 Oleh: Siti Rodi’ah

         Pada hari senin, saya membuka pesan Whatsap di grub SPK. Dimana mbak Zahra telah mengirimkan tulisan wajibnya. Tulisan tersebut sudah dikirimkan beberapa jam yang lalu. Hanya saya saja yang belum sempat berselancar di blog dan membacanya. Saat ba’da maghrib, saya pun mulai meluangkan waktu sejenak untuk membaca tulisan kawan-kawan SPK. Ya, kali ini saya berkunjung ke blog mbak Zahra. Kalimat demi kalimat telah aku tamatkan sampai pada penghujung paragraph. Kebetulan Mbak Zahra mengupas tentang sebuah novel. Hal ini membuat saya teringat dengan kenangan masa lalu. Yaitu menjadi mahasiswa jurusan matematika. Apa yang dikupas oleh Mbak Zahra dan isi novel tersebut amatlah benar. Mempelajari matematika itu memang sulit. Dan membutuhkan kemauan yang tinggi untuk mempelajari dan memahaminya.

        Matematika adalah ratu dari berbagai ilmu pengetahuan yang lain. Dimana semua ilmu pengetahuan memanfaatkan matematika dalam mempelajarinya. Sebagai contoh ilmu agama tentang fiqih. Pada konteks ibadah muamalah membutuhkan penghitungan yang mengarah pada aplikasi dari ilmu matematika itu sendiri. Selain itu, ilmu sosial tentang pertumbuhan penduduk yang dihitung dengan rumus: Pn = P0 (1+ r)n. Dan masih banyak lagi penerapan ilmu matematika pada bidang pengetahuan yang lain. Tentunya, matematika sangat berpengaruh pada bidang ilmu pengetahuan yang lain. Sehingga, tak heran jika matematika merupakan ratu dari ilmu pengetahuan yang lain. 

         Berkaitan dengan Matematika dan isi novel yang diangkat oleh Mbak Zahra, saya menjadi ingin mengulang kenangan manisku bersama kitab sucinya mahasiswa matematika. Sebut saja Kalkulus. Ya, buku ini adalah kitabnya mahasiswa matematika saat saya kuliah S-1 dulu. Untuk memilikinya, saya pun harus rela mengeluarkan uang tujuh puluh ribu. Uang tersebut sangatlah berarti bagi saya saat itu. Tetapi mahasiswa matematika dituntut untuk memilikinya. Karena begitu pentingnya buku tersebut untuk proses belajar di jurasan matematika. Dan untuk mempelajarinya, ada beberapa materi prasayrat yang harus saya pelajari. Seperti Aljabar, Teori Bilangan, Trigonometri dan beberapa materi yang lain. Hal ini akan mempermudah kita untuk belajar kalkulus. Diamana kalkulus identik dengan yang namanya “Integral, Turunan dan Fungsi”. Wah materi yang berbobot di masa kuliah S-1 dulu.

          Saya pun mulai membuka kembali buku Kalkulusku. Sembari mengingat pengetahuan lamaku yang sudah terpendah bertahun-tahun. Ternyata banyak hal yang sudah terlupakan seiring dengan berjalannya Sang Waktu. Mungkin karena buku ini lama tak kubaca. Atau karena ada pengetahuan lain yang memenuhi memori otakku?. Memang  pasca lulus S-1, saya harus off dulu dari kegiatan belajar dan mengajar. Karena saya harus fokus untuk mengurusi buah hati yang baru saja lahir. Sehingga, teori-teori yang terangkum pada buku Kalkulus sudah terurai begitu saja. Selain itu, setelah anakku berusia 3.5 tahun, saya pun kuliah Magister di IAIN Tulungagung. Jurusan yang saya ambil adalah Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah. Tentu, pengetahuan akan Kalkulus tidak digunakan pada perkuliahan ini. Dan ilmu-ilmu baru mulai masuk satu per satu di dalam otakku. Hingga saya pun tak pernah membuka buku lama ku yaitu “Kalkulus”.

        Sore menjelang maghrib adalah waktu yang tenang dan nyaman. Hiruk pikuk pekerjaan rumah tangga pun sudah tersenyap. Dan kebetuhan anakku akan bermain bersama, makan, dan tidur siang sudah saya penuhi. Kini saya duduk di kursi dengan buku Kalkulusku di meja yang begitu rapi. Mencoba membuka setiap lembaran. Dari halaman 1 hingga 6, ingatan ini mulai terbuka kembali. Maklum materinya masih berkutat pada teori bilangan. Yaitu sistem bilangan riil. Ini adalah Bab Pendahuluan di Buku Kalkulus. Selanjutnya, setelah lembaran soal-soal latihan, jemari tanganku seakan lihai dalam menyusun penyelesaian soal tersebut. Dan otak ini sangatlah lancar dalam mencari jawabannya. Tetapi, saat saya menemukan soal pembuktian, sistem kerja otak saya terhenti begitu saja. Butuh waktu berjam-jam untuk menemukan solusinya. Karena pembuktian harus diikuti oleh suatu aksioma maupun teorema. Wah, saya sudah lupa bagaimana harus memulai dan menghubungkan antar teorema maupun aksioma. Inilah seni nya belajar matematika. Kita dituntut untuk berpikir kreatif dan analisis untuk mengerjakan soal. Serta logika sangat membantu kita dalam menggunakan beberapa teorema maupun aksioma yang pas untuk digunakan pada soal pembuktian tersebut.

          Saya pun harus berhenti duduk di kursi dengan beberapa coretan pemikiranku yang masih ambigu. Semabari mencari suasana baru, pikiran ini terus berpusat pada cara pembuktian yang logis. Anakku harus sholat maghrib, saya pun menyuruhnya untuk sholat bersama sepupunya. Karena saya masih berhalangan untuk ibadah sholat. Untuk waktu ini, saya harus memenuhi kebutuhan anakku dulu. Baik perihal ibadah, makan maupun yang lainnya. Tentu, kebutuhanku sendiri juga harus terpenuhi. Khususnya makan dan mencari hiburan dengan melihat televisi. Saya pun harus berhenti sejenak untuk mencari solusi dari soal pembuktian di buku Kalkulus. 

          Keesokan harinya, pada waktu yang sama yaitu sore menjelang maghrib, saya mulai melanjutkan misi yang kemarin belum terselesaikan. Yaitu membuktikan akan pernyataan: Andaikan a≠0,jika  a/0=b,maka a=0,b=o. Terlintas kita pun tahu bahwa pengandain tentu benar. Tetapi, alur pembuktian yang logis dan sarat teori sehingga menemukan suatu pembuktian, itu adalah hal yang sulit bagi saya. Akhirnya saya pun menemukan jawabannya dengan memperhatikan operasi bilangan riil. Jika a/b=c  , maka berlaku a = b x c. Berangkat dari tiga huruf inilah saya mulai mengoperasikan pena saya dan menyusun alur pembuktian yang logis dengan syarat teori. 

          Setelah saya menemukan jawabannya, hati ini merasa plong. Ada rasa kepuasan tersendiri bagi saya yang mulai membuka ilmu lama. Ternyata membuka membuka kembali buku Kalkulus ini dapat menstimulasi pengetahuan lama ku yang sudah mulai saya lupakan. Ternyata ini adalah penting bagi saya untuk belajar lagi. Karena, bagaimanapun juga saya adalah sarjana tadris matematika. Jika suatu saat nanti anak saya, saudara atau sepupu yang bertanya tentang matematika, saya pun harus siap memberikan solusinya. Tentu, jika saya tidak bisa, ada beban psikologis tersendiri yang menghantui hidup ini. Entah saya sudah lama kuliah S1, tetapi gelar sarjana matematika tetap menjadi almamaterku. Dan almamater ini tidak bisa saya lepas. Walaupun sebentar lagi saya akan mengenakan almamater magister PGMI. Tetapi, orang lain selalu mengenang almamater lamaku yaitu lulusan Tadris Matematika.

           Sekarang buku Kalkulus ini mulai dibuka oleh Sang Pemilik. Dan mulai ada lipatan di dalam buku tersebut. Artinya, pembaca memberikan tanda akan sejauh mana dia berhenti membaca pada saat itu. Sehingga, jika dia melanjutkan membaca, dia pun tidak bingung untuk melanjutkan ke halaman berikutnya. Tentu, tidak cukup membaca buku Kalkulus saja. Saya pun harus menyediakan kertas kosong dan alat tulis. Karena belajar matematika itu tidak cukup untuk dipirkan dan dibayangkan saja. Tetapi harus dikonkretkan dengan goresan tulisan. Dimana goresan tersebut akan mengantarkan pembaca untuk memahami konten yang dipelajari. Dan inti belajar matematika adalah praktek mengerjakan soal untuk mengasah teori yang sudah dipelajari. Jika kita sering mengerjakan soal, maka tangan dan pikiran ini akan lihai dalam mencari sebuah jawaban. Bagiku dunia abstrak ini menarik untuk dipelajari. Selama ada niat untuk terus belajar.    

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

"Pembelajaran Daring Berbantuan LKS Berbasis Tugas Proyek Dalam Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis"

Kolaborasi dengan Suami Saat Weekend

Belajar Matematika: Melalui Praktek dan Implementasi