Perempuan Merdeka

                  Perempuan Merdeka
                   Oleh: Siti Rodi’ah

Perempuan adalah sosok makhluk yang memiliki paras cantik. Dibalik kecantikannya, ada berbagai beban psikis maupun psikologis yang mengguyur kehidupannya. Terlebih, saat perempuan memutuskan untuk menyelami bahtera rumah tangga bersama laki-laki yang dipilihnya. Tentu, berbagai problem satu persatu bermunculan dalam kehidupan rumah tangganya. Hal ini memberikan dampak pada gangguan psikis maupun psikologisnya. Muaranya adalah sikap pasrah dan pasif akan masalah yang dihadapinya. Sikap ini menjadikan perempuan terkungkung dari kebebasan untuk bertindak maupun mengambil sebuah keputusan. 

Kehidupan rumah tangga sangat erat dengan suatu problem. Dimana ikatan pernikahan ini telah menyatukan dua insan dari latar belakang pendidikan, budaya, sosial, maupun prinsip yang berbeda. Tak heran, jika perjalanan rumah tangga ini tidak semulus jalan tol. Tetapi, jalan yang bergeronjal dan penuh liku. Kita tahu bahwa posisi laki-laki sebagai suami adalah sebagai pemimpin keluarga. Dia bertanggung jawab akan pemenuhan kebutuhan sandang, pangan dan papan. Selain itu posisinya sangatlah fundamental dalam mengatur keluarganya. Hal ini mengharuskan istri untuk taat kepadanya. Dan salah satu kewajiban istri adalah taat kepada suami.

Ketaatan seorang istri terkadang menyudutkan dia untuk mengurungkan kebebasannya dalam berbuat maupun berpendapat untuk mewujudkan keinginannya. Memang kebebasan seorang istri dibatasi dengan keridhoan seorang suami. Nah, jika suami tidak meridhoi keinginannya, tentu ada berbagai masalah yang terjadi lagi. Baik dari beban psikologis akibat kemarahan suami maupun rasa yang tak nyaman dalam menjalankannya. Dilema ini sangatlah berat bagi seorang perempuan yaitu istri. Pasalnya, semua orang memiliki angan-angan yang ingin diwujudkan. Tetapi, harus dilandaskan pada kesanggupan dan keadaan rumah tangga. Karena kedua pertimbangan ini berpengaruh terhadap kemaslahatan rumah tangganya. Seperti seorang istri berangan-angan memiliki mobil. Tetapi kondisi ekonomi keluarga tidak mendukung, tentu keinginan ini tidak bisa dipaksakan. Jika dipaksakan akan mendatangkan permasalah yang besar bagi rumah tangganya. 

Berkaitan dengan posisi seorang istri yang harus taat dengan suami. Dalam hal ini adalah ketaatan yang mengarah pada kebaikan dan tidak bertentangan dengan norma agama. Tetapi kemerdekaan seorang istri tetaplah harus diberdayakan. Yang terpenting selama kebebasan dalam menentukan pilihan maupun pendapat sejalan dengan norma agama dan tidak merusak hubungan rumah tangga dengan suami. Karena istri adalah sosok perempuan yang memiliki berbagai impian. Dimana impian tersebut memungkinkan berkontribusi dalam mewujudkan kebahagian rumah tangganya. 

Berkaitan dengan kemerdekaan seorang istri, saya mencoba memberikan satu potret nyata. Ada seorang istri yang berprofesi sebagai bidan. Karena dia sudah melahirkan seorang anak, dia pun berhenti dari pekerjaannya. Keputusan ini karena adanya perintah dari suami. Apa yang dilakukan adalah sebuah kebenaran. Walaupu dia harus mengurungkan kemerdekaannya untuk mengembangkan keilmuannya ataupun mencari tambahan pemasukan. Namun seiring berjalannya waktu, keputusan yang diambil ini berdampak pada tekanan psikisnya. Pasalnya, dia harus ikut suami tinggal bersama keluarga besarnya. Dan seiring berjalannya waktu ada pihak ketiga yang mengatur rumah tangganya. Dan dia dipaksa untuk kembali bekerja padahal anaknya masih menyusui. Tekanan demi tekanan selalu menyelimuti kehidupannya. Jika dia mengikuti apa kata pihak ketiga tersebut, tentu suami tidak meridhoinya. Tetapi jika dia mengikuti suami, tentu berbagai gunjingan maupun tekanan selalu menghiasi kehidupannya. Yang saya tahu dia hanya pasrah dalam melewati rintangan ini. Dia tegar walaupun hatinya hancur. Karena kebebasan untuk menentukan pilihan telah terkungkung dengan dilema. Yaitu menaati suami atau menuruti apa yang dikehendaki oleh pihak ketiga tersebut.

Saya teringat apa yang dikatakan oleh ibu bahwa “wong wedok iku panggone sing elek-elek”. Artinya seorang istri itu merupakan tempatnya berbagai hal-hal yang salah. Seperti cerita di atas, jika istri bekerja, maka dimata orang salah. Karena tugas istri adalah mengurusi rumah dan anak. Bekerja akan menghabiskan banyak waktu di luar rumah. Sehingga anak menjadi terlantar dan pekerjaan rumah terbengkalai. Namun, jika istri tidak bekerja, maka dimata orang juga salah. Karena setidaknya dia bisa menghasilkan uang untuk kebutuhan jajan anaknya. Nah, bagaimana istri yang sempurna itu? Jika keduanya memiliki jawaban yang salah. 

Menurut saya seorang istri memilki kemerdekaan untuk mengembangkan keterampilannya maupun bebas dalam berpendat. Walaupun seringkali terbentur dengan ideologi suami. Memang, kiblat seorang istri adalah suami. Tetapi, semua permasalahan dapat disikapi dengan kompetensi istri. Kompetensi ini bukan hanya mengarah pada kemampuan keilmuan yang diperoleh ketika mengenyam bangku pendidikan. Kompetensi ini adalah kecapakan dalam mengkomunikasikan gagasan maupun berpikir kreatif. Tentu, kemampuan ini sangat penting bagi seorang istri. Hal ini akan menjadikan senjata untuk memerdekakan keinginannya. 

Misalnya, jika seorang istri ingin bekerja. Kemudian suami melarangnya, tentu ada berbagai cara sehingga dia bisa memperoleh penghasilan atau mengembangkan kompetensinya. Berjualan onile adalah salah satu solusi yang tepat. Pasalnya, pkerjaan ini tidak menghabiskan banyak waktu di luar rumah dan lebih fokus untuk mengurus rumah dan anak. Tentu masih banyak lagi pekerjaan yang dapat dilakukan di rumah. Selanjutnya, jika seorang istri bertentangan dengan keinginan suami ataupun sebaliknya, maka cara yang dapat ditempuh untuk memerdekakannya adalah menggunakan bahasa komunikasi yang tepat. Tentu, ini membutuhkan ilmu untuk dapat berkomunikasi dengan baik. Melalui belajar dari seseorang yang memiliki kompetensi terkait komunikasi maupun parenting keluarga. Pastinya akan menemukan cara yang tepat dalam mengkomunikasikan pendapat maupun keinginan kita.

Uraian di atas, memberikan suatu kesimpulan bahwa kemerdekaan seorang perempuan harus diperjuangkan. Walaupun dalam ikatan pernikahan ini, seorang perempuan dibatasi oleh keridhoan suami. Tetapi, kepasrahan pada takdir bukanlah jalan yang tepat. Saya yakin beban psikis akan menekan kebahagiaan dalam menjalani kehidupan rumah tangga. Mencari cara adalah pilihan yang strategis. Kita tidak boleh terlarut dalam kondisi pasif. Karena perempuan adalah sosok yang memiliki kemampuan yang harus dikemangkan. Agar lebih berdaya bagi keluarga maupun orang lain. Kuncinya adalah pada seberapa besar ilmu seorang perempuan. Ilmu tidak hanya disudutkan pada pengetahuan yang diperoleh dari bangku pendidikan. Tapi makananya luas dan dapat diperoleh dimana saja. Perempuan yang merdeka adalah dia yang memiliki kecakapan kompetensi yang dapat dijadikan alat untuk berbuat, menyalurkan pendapat maupun berinovasi. Yang terpenting kecapakan tersebut diarahkan pada hal yang benar. 

Tetaplah seoarang perempuan tunduk terhadap suami. Karena ini adalah kodrat bagi perempuan ketika memilih jalan hidup untuk menikah. Yang terpenting disaat kita berbeda pendapat dengan suami, perlu dikomunikasikan dengan baik-baik. Dan jangalah sampai perbedaan ini mengarahkan pada kehancuran rumah tangga.  
        

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

"Pembelajaran Daring Berbantuan LKS Berbasis Tugas Proyek Dalam Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis"

Kolaborasi dengan Suami Saat Weekend

7 Hari di Tulungagung