Mengalah Tidak Berarti Kalah

             Mengalah Tidak Berarti Kalah
                       Oleh: Siti Rodi’ah

Setiap hari kita dihadapkan oleh masalah yang berbeda-beda dari hari sebelumnya. Sehingga hidup ini sangat dinamis. 
Terkadang kita berada diposisi yang aman. Tak jarang kita menghadapi suatu kesulitan atau permsalahan hidup. Ekspresi yang dihasilkan oleh retorika kehidupan ini adalah senyuman, tangisan bahkan kegundahan hidup. Ya, berbagai rasa ini telah kita nikmati sensasinya satu frame ke frame berikutnya. Tentu, perjalanan hidup ini akan terus berlangsung sampai detak jantung ini sudah diberhentikan oleh Sang Pencipta. Walaupun perjalanan ini sangatlah berliku, tetapi tetap saja kita harus melewatinya. Kita harus menjalani hidup ini dalam situasi yang dinamis dan menyelesaikan masalah demi masalah. Hingga pada akhirnya masalah hidup sudah tak menghampiri lagi dan detak jantung ini berhenti.

Berkaitan dengan permasalahan hidup, adakalanya kita dihadapkan pada situasi yang berat untuk dijalani. Seperti mengharuskan diri untuk “mengalah” dengan orang lain. Baik orang tua, saudara, pasangan, anak, maupun teman. Situasi ini diawali oleh sebuah masalah. Dan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, maka kita harus “mengalah”. Ya, “mengalah” demi sebuah kepentingan orang lain. Pasalnya, sikap ini sangat bertentangan dengan ideologi atau harapan kita. Tentu, ini sangatlah berat untuk dijalani oleh banyak orang. Terlebih, kita harus melawan hawa nafsu berupa ekspektasi yang sudah dirintis sejak awal. Gejolak jiwa ini semakin rumit untuk dipahami. Kerumitan ini mengarahkan kita untuk diam dan menyetujui pendapat atau permintaan dari orang lain. 

Situasi “mengalah” ini memang sulit untuk dijalani oleh setiap orang. Tetapi, mungkin ini adalah jalan yang terbaik untuk suatu permasalahan. Walaupun, sikap “mengalah” sangat bervariasi keadaan maupun problem yang terjadi. Sikap “mengalah” boleh jadi akibat gunjingan dari orang lain. Sehingga kita terpaksa untuk diam sebagai wujud dari “mengalah”. Atau kita harus mewujudkan keinginan orang lain sebagai ketidakberdayaan diri. Dan mengarahkan pada sikap “mengalah”. Ya, sepintas “mengalah” ini cenderung pada sikap pasif seseorang terhadap kenyataan yang mengharuskan dia untuk menekan ideologi maupun kehendaknya. Tidak ada usaha diri untuk memberontak maupun berupaya dalam menekan tekanan dari orang lain    

Sepintas orang yang “mengalah” terlihat tidak berdaya. Menandakan bahwa dia adalah orang yang lemah. Tetapi, dari sudut pandang lain bahwa “mengalah” merupakan bentuk kemenangan yang tertunda. Orang yang mengalah akan mengalami gempuran psikologisnya. Dia harus berperang melawan hawa nafsunya untuk melawan perilaku orang lain yang tidak sesuai dengan ideologinya. Pada proses mengalah, tentu seseorang akan lebih dekat dengan Sang Khaliq. Dia akan berdoa kepadaNya untuk dikuatkan hatinya. Selanjutnya, dia pun bangkit untuk memperbaiki diri ke arah yang lebih baik. Kalaupun dia harus mengalah untuk memberikan sesuatu yang berharga pada orang lain, sebenarnya dia adalah orang yang senantiasa terlatih untuk ikhlas berkorban.

Perihal sikap “mengalah”, dalam kurun waktu yang relatif lama, mungkin sampai dia lupa akan apa yang sudah terjadi sebelumnya. Maka tanpa disadari dia telah memperoleh kemenangan. Dalam kurun waktu tersebut, dia pun sudah mengalami metamorfosa ke arah yang lebih baik. Dia pun telah berusaha untuk memperbaiki diri. Belajar menjadi orang “sabar” atau belajar untuk menambah kompetensi untuk menggapai impian. Tentu, saat dia “mengalah”, ada sedikit luka dihatinya. Selanjutnya dia pun mulai mencari obat penenangnya yaitu jalan spiritual. Kemudian diimbangi oleh usaha untuk mendapatkan sebuah kebahagiaan. Nah, kemungkinan seseorang yang sebelumnya menjadi pemenang, kehidupannya telah terhipnotis dengan kenyemanannya. Hal ini tidak dipungkiri bahwa orang yang sebelumnya memilih “mengalah”, suatu ketika akan menjadi pemenang. Akhirnya kedudukan mulai berubah. Yang semula menjadi pemenang, ternyata dia pun juga mengalami kekalahan.

Hidup ini bukan hanya soal “menang atau kalah”. Melainkan bagaimana kita menapaki liku-liku hidup ini dengan penuh keikhlasan. Memang sering kali kita dihadapkan pada situasi yang kurang baik. Sehingga, kita harus “mengalah” dengan orang lain. Tetapi, jika kita menjalaninya dengan ikhlas, beban-beban psikologis ini akan terurai dengan cepat. Selain ikhlas, evaluasi diri ke arah lebih baik adalah kolaborasi yang bagus. Evaluasi sebagai action diri yang akan mewujudkan sebuah perbaikan. Sedangkan perbaikan ini kelak akan mendatangkan kebahagiaan.   
  

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

"Pembelajaran Daring Berbantuan LKS Berbasis Tugas Proyek Dalam Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis"

Kolaborasi dengan Suami Saat Weekend

7 Hari di Tulungagung