Menemani Anak Belajar di Masa Pembelajaran Jarak Jauh


           Aku adalah seorang Ibu yang mempunyai seorang anak perempuan. Namanya adalah Alifa Shidqia Putri. Tak terasa umurnya sudah menginjak enam tahun. Sekarang dia memasuki jenjang Sekolah Taman Kanak-Kanak di kelas B-3. Akan tetapi, saat dia sudah menginjak kelas B, yaitu naik kelas dari tingkat kelas A, dia harus menjalani pembelajaran secara daring atau dikenal dengan pembelajaran jarak jauh. Sebenarnya dia sangat rindu dengan suasana sekolah. Di sana dia bisa bertemu dengan teman-teman sebaya, ada berbagai permainan yang telah disediakan di sana, ada berbagai kegiatan ekstrakulikuler, dan gurunya yang selalu ramah dalam mengajari anak-anak belajar. Tentunya dengan keadaan seperti ini menjadikan anakku merasa bosan belajar di rumah. 

         Aku adalah seorang Ibu yang memiliki berbagai kesibukan. Bukan hanya aku saja yang mempunyai kesibukan, tetapi banyak lagi Ibu-Ibu di luar sana yang lebih sibuk dari aku. Di masa pandemi ini, aku harus bisa mengelola waktu dalam satu hari. Karena ada tugas tambahan dan bersifat wajib bagi seorang Ibu. Ya, menemani dan mengajari anak di rumah dalam melaksanakan pembelajaran jarak jauh ini. Jika dipikir-pikir, memang ini memberikan dilemma tersendiri bagi orang tua, khususnya seorang Ibu. Apalagi, mendampingi anak belajar di usia yang masih kecil, yaitu usia TK. Tentunya kita sebagai Ibu, mau tidak mau harus berperan sebagai guru TK juga. Harus sabar, tlaten, kreatif, dan menyenangkan untuk anak. Aku yakin, ini memang tak mudah untuk dilakukan oleh banyak orang. Khususnya seorang Ibu. Kita tahu bahwa seorang Ibu mempunyai berbagai kesibukan. Mulai dari mengurus rumah, anak, dan karir, tentunya menghabiskan banyak waktu. Terlebih di masa pandemi ini kita harus meluangkan waktu untuk mendampingi anak belajar. Apalagi di usia anak PAUD sampai TK, masih butuh pendampingan yang intensif. Karena mereka belum bisa mandiri untuk belajar.

         Saat aku mendampingi anak belajar, berbagai permasalahan silih berganti. Seakan aku seperti senam adrenalin saja. Ada saja tingkah sang anak yang membuatku harus sabar. Ya, aku harus sabar dalam mendampingi anakku belajar secara daring. Setiap hari aku harus melaluinya dengan penuh kesabaran. Seringkali anakku merasa bosan dengan belajar di rumah. Bahkan dia sudah mulai bosan untuk “belajar”. Dia melakukan aktivitas sesuai dengan keinginanya. Bermain adalah aktivitas yang menyenangkan baginya. Memang saat ini adalah masa bermain. Aku harus mengikuti masanya. Aku harus memahami polanya sehari-hari. Dan aku menemukan bahwa dia bisa diajak belajar sekitar jam 9 pagi. Dimana pada waktu tersebut dia telah memenuhi kebutuuhannya. Seperti mandi, sarapan dan melihat film kartun kesenangannya. Aku selalu membacakan tugas yang diberikan oleh gurunya kepada anakku. Yaitu dari pesan Whatsap atau video pembelajaran yang dikirimkan oleh gurunya. Agar dia tahu bahwa di rumah dia harus belajar, selayaknya saat dia masuk sekolah.
Pada pembelajaran jarak jauh ini, dia tak selalu berkenan untuk belajar. Terlebih jika ada tugas menulis atau menghafal ayat maupun hadits beserta artinya. Hmm…pasti timbul suatu penolakan bagi dirinya. Karena tugas tersebut tak menarik dan sulit baginya. Memang aku akaui bahwa dia tidak setiap hari mau belajar sesuai dengan tugas-tugas yang diberikan oleh gurunya. Hal ini tergantung dengan motivasinya dalam mengikuti kegiatan belajar sesuai dengan petunjuk guru. Aku sebagai Ibu mencoba menjadi teman yang baik baginya dan guru di rumah. Saat ini anakku tak lagi berjumpa dengan teman-teman sebayanya, belajar dengan gurunya, dan bermain di Sekolahan. Dimana Sekolah adalah wahana baginya untuk belajar dan bermain yang menyenangkan. Aku harus menyadari akan kondisi ini. Aku tak pernah menuntut anakku untuk menguasai seluruh apa yang ditugaskan oleh gurunya. Tetapi aku mengupayakan kepada anakku untuk belajar setiap hari. Kecuali hari minggu.
          
          Aku memiliki kegiatan lain disamping menjadi guru di rumah. Walaupun saat ini aku masih belum bekerja. Tetapi aku merasa kegiatan di rumah begitu padat. Walaupun aku sudah menyelesaikan tesis, tetapi masih ada tanggungan yang harus aku selesaikan untuk mendapatkan gelar Magister. Yaitu submit jurnal. Aku dan anakku sama-sama menjadi pembelajar. Aku harus mengatur waktu secara bijak. Disisi lain aku masih disibukkan dengan pembuatan jurnal, disisi lain aku juga harus memberikan fasilitas “belajar di rumah” kepada anakku. Tentunya bukan hanya itu saja kesibukan yang aku jalani, rutinitas seorang Ibu yang tak terpisahkan oleh urusan rumah adalah kesibukan wajib yang tak bisa ditinggal. 

          Pembelajaran jarak jauh ini memberikan pengalaman berharga bagi para Ibu. Kita dituntut untuk belajar menjadi seorang guru bagi anak kita. Belajar mengontrol emosi disaat si Anak menunjukkan penolakan atas apa yang harus dipelajari. Tidak semua tugas yang diberikan oleh guru dapat diterima oleh anak. Karena kondisi lingkungan belajar yang tak seperti di Sekolah.  Tetapi, kita harus mengarahkan si Anak untuk tetap belajar. Walaupun hanya sekedar membaca, menggambar, atau mewarnai. Pola asuh orang tua sangat berpengaruh terhadap kondisi belajar anak. Jika orang tua suka memaksa anak, maka anak akan merasa tak nyaman untuk belajar. Apalagi kalau dibentak maupun dimarahi, psikologis anak menjadi terganggu. 
          
          Dalam menemani anak belajar di masa pembelajaran jarak jauh ini aku tidak memaksa anak untuk harus tuntas belajar dalam waktu sehari. Yaitu sesuai tema yang dipaparkan oleh guru. Karena setiap saat motivasi anak selalu berubah-ubah. Tergantung dengan situasi dan kondisi anak. Tetapi, tetap berusaha untuk mencapai kompetensi yang diharapkan oleh guru. 

         Tentunya usaha ini begitu besar perjuangannya. Kita harus mengontrol emosi, meluangkan waktu, dan mengajak anak belajar dalam suasana nyaman. Semoga kita sebagai Ibu bisa menjadi guru di rumah untuk anak-anak kita. Amiin….. 

Komentar

  1. Mantul refleksinya. Kalau boleh sedikit saran, mungkin tulisannya akan lebih mantap lagi tatkala setiap paragrafnya tidak lebih dari 14 baris. Idealnya 8-14 baris. Supaya tidak terkesan jenuh dalam membaca.

    BalasHapus
  2. Terimakasih mas dewar atas masukannya. Dan terimaksih atas kunjungan dari bapak naim dan bu muslikah🙏

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

"Pembelajaran Daring Berbantuan LKS Berbasis Tugas Proyek Dalam Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis"

Kolaborasi dengan Suami Saat Weekend

7 Hari di Tulungagung