Mindset Pembelajaran Jarak Jauh

“Mindset Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ)”

          Wabah covid-19 masih menghantui Negeri ini. Seakan manusia ditekan akan perasaan takut oleh ancaman virus corona. Hal ini menjadikan salah satu sektor yaitu pendidikan mengalami perubahan sistem. Sebut saja pembelajaran jarak jauh adalah alternatif yang baik dalam menanggulangi penyebaran virus corona di Negeri ini. Dimana sebelumnya, proses pendidikan dilakukan di sekolah yaitu mulai dari kegiatan pembelajaran tatap muka oleh guru dan siswa, serta kegiatan ekstra atau intrakurikuler yang diikuti oleh siswa. Semua aktivitas pendidikan berpusat di Sekolah. Tetapi dengan melonjaknya angka terkomfirmasi covid-19 yang setiap harinya telah diumumkan oleh Badan Penanggulangan Covid-19 di media masa, seakan aktivitas pendidikan masih statis dilakukan di rumah. Kegiatan pembelajaran tetap di lakukan secara daring yang disebut sebagai pembelajaran jarak jauh. Walaupun sudah ada sekolahan yang sudah memulai pembelajaran tatap muka, tetapi masih dibatasi dengan waktu dan kuota siswa. Meskipun demikian, aktivitas belajar tetaplah banyak dilakukan di luar sekolah yaitu di rumah maupun di bimbel.

          Pada hari Minggu, saya belanja ikan di pasar senggol. Ya, di sana tersedia berbagai kebutuhan rumah tangga, seperti sayur dan lauk berupa ikan maupun ayam. Tepatnya kios yang lokasinya di luar kawasan pasar senggol. Yaitu terletak disebelah baratnya pasar senggol. Namanya “Al-Mubarok”. Saya senang belanja lauk di sana, karena harganya lebih murah dan produknya masih fresh. Khusus hari Minggu, penjual menyediakan kertas nomor urut. Sehingga pengunjung diwajibkan untuk mengambil nomor tersebut. Melalui nomor tersebut, penjual melayani pembeli sesuai dengan nomor yang dipegang. Walaupun dalam suasana pandemic covid-19, kerumunan tak bisa dielakkan lagi. Terlebih ibu-ibu yang sedang memilih ikan yang akan dibeli. Bedanya dengan keadaan normal adalah penggunaan masker di wajah. Ya, sekarang penggunaan masker adalah hal yang wajib dilakukan oleh semua orang. 

           Ada seorang Ibu yang mengeluhkan pembelajaran daring yang telah berlangsung cukup lama. Kemudian, ibu-ibu lainnya ikut menyahut dan beradu argument. Termasuk Si Penjual ikan juga tak kalah dalam mengungkapkan pendapatnya. Karena dia memiliki anak sekolah, sehingga tahu akan delik masalah yang dibahas pada suasana obrolan emak-emak. Saya hanya terdiam dan mencoba menjadi pendengar setia saja. Intinya para orang tua merasa terbebani dengan pembelajaran daring ini. Pertama, mereka harus menyediakan kuota pada anaknya untuk mengikuti kegiatan pembelajaran. Kedua, orang tua tak bisa mengontrol aktivitas anak saat memegang handphone. Karena orang tua tak tahu bahwa anaknya menggunakan handphone memang dalam urusan belajar atau urusan lainnya, seperti main game, atau melihat medsos. Ketiga, tingkat pendidikan orang tua yang rendah. Hal ini menjadikan orang tua kesusahan dalam mendampingi anaknya belajar. Bahkan ketika anaknya meminta untuk diajari, mereka menolak. Karena alasan tak mampu memahami materi yang dibahas oleh anak. Keempat, pembelajaran daring ini menjadikan anak semakin bodoh. Karena anak hanya menerima tugas yang diberikan oleh guru. Selain itu anak hanya diberikan video pembelajaran. Namun pemberian video tersebut tidak setiap hari diberikan oleh anak, hanya pada terpatut pada materi yang sulit untuk dipahami, seperti matematika. Akan tetapi anak disuruh untuk mempelajari sendiri materi yang sedang dibahas.
Kegelisahan orang tua terhadap pembelajaran daring ini tak dapat dielakkan lagi. 

            Potret di lapangan terlihat bahwa anak-anak disibukkan dengan bermain bersama teman sebaya. Dan hanphone tak lepas dari genggaman anak. Selain orang tua, peserta didikpun juga merasa kesulitan dalam mengikuti pembelajaran daring, khususnya pelajaran eksak seperti matematika, fisika, dan kimia. Mungkin untuk pelajaran lainnya, seperti bahasa, IPA, maupun IPS masih dapat dijangkau oleh anak. Karena anak dapat mempelajari materi tersebut melalui membaca buku atau melihat informasi di google. Tetapi untuk mempelajari pelajaran eksak, tentulah berbeda. Anak tak cukup sekedar membaca saja, tetapi membutuhkan keterampilan menalar dalam memahami konsep, menghubungkan konsep dan mengaplikasikan konsep. 
Tak terasa, nomorku dipanggil oleh penjual ikan. Sudah saya pilih, ikan yang akan aku beli. Keramahan penjual ikan ini, menjadikan saya nyaman untuk membeli barang jualannya. Pelayanannya memang tak diragukan lagi. Gurami satu kilo sudah aku dapatkan. Rencana akan saya masak tumis kecap. 

             Keesokan harinya, saya jalan-jalan pagi. Tujuannya adalah olahraga ringan. Tak lupa saya membawa dompet kecil untuk jaga-jaga jika mampir di kios sayur. Ternyata langkah kaki ini tertuju pada sebuah kios sayur. Mungkin masih terlalu pagi saya belanja. Nampak sepi pengunjung. Saya memilih sayur sawi, tempe, jamur, dan daun prei. Setelah itu, saya menaruh belanjaan ke tempat pembayaran. Tampak seorang Ibu dan penjual sedang asyik ngobrol. Lagi-lagi masalah pembelajaran daring. Mereka beranggapan bahwa pembelajaran daring dirasa kurang efektif dalam memahamkan anak pada suatu materi pelajaran. Pelajaran matematika sangat tampak akan ketidak efektifan. Dimana menurut Ibu tersebut, anaknya hanya disuruh membaca materi dan mengerjakan soal. Dan terkadang hanya diberikan sebuah video pembelajaran. Si Ibu dan penjual sayur beranggapan bahwa anak tidak bisa belajar secara mandiri tanpa didampingi guru. Khususnya dalam menuntun anak untuk mempelajari materi pelajaran. Saya hanya tersenyum dengan obrolan kedua emak-emak yang menyudutkan kegiatan pembelajaran daring yang dilakukan oleh guru. Kalau seperti ini, guru menjadi serba salah. Jika terpaksa menggunakan pembelajaran tatap muka, tentunya ada teguran oleh dinas setempat. Jika pembelajaran monoton pada ranah daring yang belum terkonsep secara baik, banyak permasalahan yang ditimbulkannya. Semoga pandemi covid-19 segera berakhir.

           Jejak penelusuran saya dari cuplikan di atas, mengarahkan pola pemikiran ini pada sebuah mindset. Yaitu guru, siswa, dan orang tua perlu menanamkan mindset pembelajaran jarak jauh ini. Pembelajaran jarak jauh yang dilakukan secara terencana dan terkonsep secara sistematis menjadikan wahana bagi siswa untuk mengembangkan ketarmpilan dalam mengembangkan ide dalam suasana merdeka belajar. Dimana siswa belajar secara keinginan mereka. Dengan mendengarkan musik, rebahan, atau aktivitas lainnya yang mendukung motivasinya dalam belajar. Selain itu, siswa menjadi manusia yang aktiv dalam belajar. Seakan eksistensinya sebagai manusia cerdas sangatlah tampak. Semua siswa adalah jenius. Karena berbantuan teknologi, mereka dapat mengembangkan keterampilannya. Melalui situs google, semua informasi tersedia. Bahkan mereka dapat memilih youtube yang terbaik menurut versi mereka. Tentunya tak perlu menunggu diterangkan oleh guru dulu baru anak paham. Karena anak sangat dekat dengan teknologi. 
          
           Pembelajaran jarak jauh ini perlu adanya perhatian bagi semua pihak. Yaitu guru sebagai perancang pembelajaran, siswa sebagai pelaku pembelajar, dan orang tua sebagai pendamping anaknya dalam belajar daring. Mindset pertama, bahwa anak adalah pembelajar yang aktiv, maka orang tua tak perlu khawatir jika guru tidak menerangkan secara langsung materi pelajaran yang akan dikaji. Melalui pemberian motivasi kepada anak serta pendampingan yang humanis, sesuai karakteristik anak. Mindset kedua adalah merdeka belajar. Pembelajaran daring merupakan wahana bagi siswa dalam mewujudkan anak untuk merdeka dalam belajar. Mindset ketiga adalah semua anak jenius. Bahwasannya setiap anak diberikan kompetensi dalam berpikir. Disisi lain ada alat yang dapat dijadikan alternatif untuk mencari solusi kesulitan belajar, yaitu teknologi. Penggunaan teknologi secara bijak akan menjembatani peserta didik untuk “bisa” belajar dan sukses dalam mencapai kompetensi dasar. Mindset keempat, bahwa guru adalah fasilitator dan motivator dalam proses pembelajaran. Bahwasannya guru tak lagi sebagai satu-satunya sumber pengetahuan, tetapi lebih kepada fasilitator dan motivator. Tentunya tugas guru lebih berat. Guru harus memberikan pengalaman belajar kepada anak dengan desain pembelajaran yang terencana dengan menggunakan metode atau pendekatan pembelajaran yang tepat. Guru sebagai fasilitator dalam mengembangkan keterampilan berpikir siswa. Mindset kelima adalah orang tua sebagai motivator bagi anaknya dalam menggiring ke pintu kesuksesan belajar.

           Saya yakin tak mudah dalam menjalani pembelajaran jarak jauh ini. Baik guru, siswa, dan orang tua. Tetapi setidaknya kita perlu memahami mindset pembelajaran jarak jauh ini. Guru, siswa, dan orang tua perlu berdaptasi dengan keadaan baru ini. Yaitu pembelajaran jarak jauh. Dimana kita sangat dekat dengan teknologi. Bagaimana kita sebagai pengguna diuji loyalitas dalam memanfaatkannya. Bisa jadi teknologi menjadikan kita sebagai individu yang pasif, malas, bahkan terkesan konsumtif. Tetapi bisa jadi teknologi mengantarkan kita pada peningkatan skill.      
 

Komentar

  1. Wah keren Ibu. Saya sepakat dengan kalimat terakhir.

    BalasHapus
  2. Iya mbk anis, memang kita sedang dihadpkan pada ketergantungan teknologi😁

    BalasHapus
  3. Waah leres.

    Dengan segala bentuk plus dan minusnya pembelajaran jarak jauh (online). Kadang saat bertanya dan mendampingi keponakan belajar, terkait bagaimana sistem pembelajaran onlinenya, bagaimana dgn pemberian tugasnya, penjelasan dari gurunya, dll. Tak sedikit siswa/i yang masih kurang begitu memahami. Terlebih penjelasan yang diberikan juga kurang begitu mengena. Atau pada hal lainnya, hanya sebatas diberikan tugas dan sedikit arahan untuk mengerjakan soal (demikian), halaman sekian, sekian (saja).

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

"Pembelajaran Daring Berbantuan LKS Berbasis Tugas Proyek Dalam Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis"

Kolaborasi dengan Suami Saat Weekend

7 Hari di Tulungagung