Jaga Perkataan dan Perilaku

         Tak terasa umur ini sudah menunjukkan angka 29. Tak terasa pula aku singgah di bumi ini dengan waktu yang cukup lama. Banyak kenangan hidup yang bisa aku ingat. Dan sebagian dari nostalgia kehidupanku dapat diambil sebagai pelajaran hidup di masa yang akan datang. Memanglah hidup ini tidaklah statis, tetapi sangat dinamis. Sehingga kita perlu berhati-hati dalam menjalani hidup ini. Tak bisa dianggap enteng atau bersifat sembrono.
          Ketika aku masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) hingga kuliah S1, hidupku mengalami kesulitan. Ibu tidak bekerja, karena beliau melahirkan anak ke tiga. Sedangkan Bapak hanyalah buruh di pabrik kerupuk. Dimana penghasilannya hanya cukup untuk kebutuhan makan sehari-hari. Untungnya Bapak memiliki sawah, sehingga kebutuhan sekolahku dan adikku dapat tercukupi dari penghasilan sawah. Itupun orang tuaku harus pinjam kepada orang lain, dan pinjaman itu bisa dikembalikan saat panen. Hmm...terkadang aku tidak mendapatkan uang saku saat sekolah. 
          Kedua orang tuaku menghidupi tiga orang anak. Sedangkan tulang punggung keluarga adalah Bapak. Waktu itu, tidak ada PKH, KIP, atau bantuan-bantuan dari pemerintah lainnya. Dimana bantuan sosial tersebut, saat ini hampir mayoritas keluarga tidak mampu dapat bantuan dari pemerintah. Bantuan tersebut dikhususkan pada kebutuhan pendidikan. Aku bersyukur kedua orang tuaku menyekolahkan anak-anaknya dengan keringatnya, tanpa ada bantuan dari pemerintah. Itu suatu pencapaian yang luar biasa menurutku. Walaupun untuk makan saja kita harus hemat. Jarang sekali aku makan ayam atau telur, lebih sering makan kerupuk, tahu dan tempe. Itupun tidak setiap hari, terkadang kami tidak menggunakan lauk. Yang penting kebutuhan gizi adikku terpenuhi.
          Aku teringat, ketika masa sulit itu, Bapak berusaha untuk mencari pekerjaan yang lebih baik di tetanggaku. Tetapi tetanggaku selalu mengatakan bahwa di pabriknya tidak ada lowongan. Akan tetapi, saudara-saudaranya yang menanyakan lowongan kerja kepadanya, selalu diusahakan dan akhirnya bisa bekerja bersamanya. Belum lagi ejekan dari tetangga dan keluarga dari Ibuku, yang sampai saat ini masih terngiang di memoriku. Seakan orang tuaku sangatlah rendah di mata mereka. Seakan orang tuaku tidak bisa mengidupi ketiga anaknya bahkan untuk kebutuhan sekolah. Tetapi semangat Ibuku terus membara, dan selalu memberikan motivasi kepadaku dan adikku untuk terus belajar dengan rajin. Harapannya bisa sukses dikemudian hari.
          Akhirnya aku bisa kuliah, walaupun aku harus bekerja sampingan sebagai buruh bersih-bersih rumah. Dimana waktu untuk bekerja bisa aku sisipkan ketika ada kelonggaran dari jadwal perkuliahan. Orang lain sampai tak percaya kalau aku bisa kuliah. Karena mereka sudah tahu bagaimana orang tuaku yang berpenghasilan pas-pasan. Selain itu, adikku juga bekerja. Padahal masih SMA.  Saat itu, ibu selalu hutang kepada saudara untuk membayar biaya semesteranku dan SPP adik-adikku. Tapi, mereka selalu memaki-maki ibuku. Dan menyalahkan Bapak yang berpenghasilan pas-pasan. Tapi, Allah selalu memberikan jalan lain untuk mencukupkan urusan ini. 
          Penghinaan dari orang lain selalu mengguyuri kehidupan kami. Bahkan ketika aku menikah dengan seorang laki-laki yang bekerja di pabrik, tetangga dan saudara-saudaraku tak henti-hentinya melontarkan kata-kata kurang mengenakkan hati. Ntahlah kenapa mereka selalu seperti ini kepada kami? Apakah mereka membenci kami? Atau bagaimana? Aku sendiri juga tidak tahu. 
          Tetapi masa-masa sulit itu seakan mulai menjauh secara perlahan-lahan. Tak terasa aku sudah lulus S2, alkhamdulillah suami akan menjalani promosi jabatan, dan adikku sudah bekerja didunia politik. Ini sangat luar biasa bagi orang tuaku. Pencapaian hidup yang tak bisa diuangkapkan dengan kata-kata, jika kita mengkontekskan dengan masa lalu. 
          Di tengah-tengah pencapaian kehidupan kami yang luar biasa ini, hatiku merasa iba dengan kehidupan tetangga dan saudaraku yang menunjukkan keprihatinan. Terutama mereka yang sering mengejek kami saat itu. Ada yang mendapat PHK, ada yang dikeluarkan dari tempat kerjanya, dan ada pula yang menganggur sampai 5 bulan. Sungguh kehidupan ini tidaklah statis. Semua perkataan dan perilaku terekam dalam CCTV Ilahi. Dimana data-data tersebut dapat diputar ulang. Menurutku ini adalah pelajaran hidup yang luar biasa bagiku. Sebagai filter dalam mengontrol perilaku kita, terutama terhadap orang lain.
          Setiap suami dan adikku pulang, ada tetangga yang datang dan menanyakan urusan lowongan pekerjaan. Dimana, mereka memiliki riwayat yang tidak mengenakkan hati diingatan orang tuaku. Tetapi jika kita membalas rasa sakit hati ini, maka hanyalah mengulang-ulang sejarah lama. Bisa jadi, jika kita membalas dengan sesuatu yang buruk, maka keburukan akan menimpa kami dikemudian hari. Hikmah yang dapat aku petik dari perjalanan hidup ini adalah kita senantiasa untuk menjaga lisan dan perilaku kepada orang lain. Agar menghindarkan diri dari kesulitan. Walaupun tidak semua kesulitan ini berasal dari perbuatan negatif kita kepada orang lain. 
          
          

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

"Pembelajaran Daring Berbantuan LKS Berbasis Tugas Proyek Dalam Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis"

Kolaborasi dengan Suami Saat Weekend

Belajar Matematika: Melalui Praktek dan Implementasi